Kab. Probolinggo (Bimas Islam) Cegah konflik sosial berdimensi agama, Kementerian Agama Kabupaten Probolinggo hadirkan tokoh lintas agama dan pimpinan ormas keagamaan sebagai langkah preventif tumbuh suburnya mis informasi yang berpotensi terjadinya konflik, Rabu (21/5/2025).
Melalui Bimas Islam, Kemenag menggelar giat Fasilitasi dan Pembinaan Kelompok Masyarakat dalam Program Cegah Dini dan Deteksi Dini Pencegahan Konflik Keagamaan dengan menghadirkan narasumber dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta aktifis Kemanusiaan. Giat tersebut diapresiasi oleh Kepala Kemenag kabupaten Probolinggo Dr. H. Samsur, S.Ag. M.PdI sebagaimana dalam arahannya.
“Konflik keagamaan seringkali bermula dari hal kecil seperti pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, hingga ritual dan perayaan keagamaan, dan jika tidak ditangani dengan baik hal ini bisa berkembang menjadi ketegangan sosial yang lebih besar”, tegasnya.
Deteksi dini harus didukung dengan sistem yang akurat dan koordinasi lintas sektor. Kita harus sigap membaca tanda-tanda yang berpotensi memicu konflik. Prinsipnya harus cepat, akurat dan melibatkan seluruh elemen-elemen Masyarakat. Selain faktor internal ia juga menyoroti bahaya Miss informasi dan ujaran kebencian dapat memperburuk situasi maka peran tokoh agama, tenaga pendidik sangat penting dalam menangkal informasi yang bisa memicu perpecahan, tambahnya.
Kegiatan ini sebagai langkah awal implementasi Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 332 tahun 2023 tentang sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan. Regulasi ini memberikan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam mendeteksi serta menangani potensi konflik sebelum mencapai skalasi yang berbahaya, tuturnya.
Hal senada disampaikan Plt. Kasi Bimas Islam HM. Sakdun saat menyampaikan laporan bahwa sangat pelibatan berbagai pihak dalam mengidentifikasi tanda-tanda awal potensi konflik berbasis agama. Karenanya kegiatan hari ini pria yang juga menjabat Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubbag) Kemenag ini mengundang para tokoh lintas agama, tokoh Masyarakat dari kalangan pesantren, tokoh Pendidikan dan pengawas pendma/pais sebagai Upaya Bersama menciptakan kondisi kondusif tetap terpelihara di kabupaten Probolinggo.
Pengurus FKUB KH. Abdul Hadi Saifullah menyatakan perbedaan suatu keniscayaan dan hal biasa yang harus dipupuk dan dijunjung tinggi demi menjaga perdatuan dan perdamaian. Ia juga menyatakan pesan Gus Dur “Yang sama jangan dibeda-bedakan. Yang beda jangan disama-samakan”.
Kita adalah sama sama warga bangsa yang ber Bhinneka Tunggal Eka, tetap komitmen berjuang Bersama menjaga persatuan dan kesatuan demi keutuhan NKRI.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Taufik diperlukan adanya pemahaman yang kuat tentang pentingnya toleransi, moderasi beragama yang ditopang dengan kerja sama antar umat beragama. MUI Probolinggo Bersama Pemerintah terus mengawal memupuk potensi keagamaan kea rah yang positif.
Kasi PD Pontren sebagai narasumber terakhir menegaskan; “Kemenag memiliki sejumlah aktor penting yang fokus pada layanan keagamaan yang memiliki peran sentral menjaga harmoni dan mencegah konflik. Terdapat ormas Islam yang berjumlah 12.386 entitas memiliki potensi besar untuk menjadi jembatan dalam meredam potensi gesekan dan menjaga kerukunan antaragama. Majelis Taklim dengan jumlah 93.854 komunitasnya dapat menjadi agen penting dalam menyebarkan pesan-pesan toleransi dan perdamaian melalui forum-forum pengajian.
Kemenag juga memiliki pengawas madrasah dan penyuluh agama Islam juga signifikan, baik yang berstatus PNS (5.262 orang) maupun non-PNS (45.000 orang). Mereka dapat memberikan arahan dan edukasi keagamaan kepada masyarakat, memastikan pemahaman yang benar dan menghindari salah interpretasi yang dapat memicu konflik.
Ditambah Penceramah /Dai (10.500 orang) memiliki peran dalam menyampaikan pesan-pesan kesejukan dan toleransi melalui berbagai platform komunikasi. Di sisi seni dan budaya, 142 lembaga seni dan budaya Islam juga dapat berkontribusi dengan menyebarkan nilai-nilai harmoni dan keberagaman melalui karya-karya mereka.
548 Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) dapat membina pemahaman yang inklusif dalam bacaan dan penafsiran Al-Qur'an. Dengan melibatkan beragam aktor ini, program akan lebih komprehensif dan berpotensi mengurangi risiko konflik sosial berdimensi keagamaan secara efektif.
Sosialisasi regulasi terkait seperti Undang-Undang Nomor 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Peraturan Pemerintah No. 2/2015 tentang Pelaksanaan Penanganan Konflik Sosial, Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 332/2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan sangatlah perlu. Ditambah peran aktif ASN Kemenag sebagai agen perubahan atau agent of change sehingga informasi tersampaikan secara baik.
Konflik bisa terjadi dalam lingkungan sosial; keluarga, sekolah, masyarakat, bahkan dalam berbangsa dan bernegara. Tapi konflik juga mempunyai fungsi dan sisi positif jika kita mampu mengelolanya secara konstruktif, tutupnya.
0 Komentar