Pernah beberapa kali penjajah hendak menghacurkan Pondok Pesantren Tebu Ireng. Dengan berkali-kali menghujankan bom di pesantren tersebut, tapi bom itu tidak pernah ada yang meledak satupun.
Pondok Pesantren Tebu Ireng selain sebagai tempat belajar para santri, juga sebagai salah satu markas pasukan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Pada waktu terjadi perang kemerdekaan, semua orang yang akan pergi berperang menghadapi penjajah, akan dikumpulkan terlebih dahulu oleh sang panglima KH. Hasyim Asy’ari. Mereka diberi air minum sambil dibacakan: “Ya Allah Ya Hafidz, Ya Allah Ya Muhith, Fanshurna ‘ala Qaumil Kafiriin.”
Semua orang yang dikumpulkan tersebut, oleh KH. Hasyim Asy’ari diberi beberapa pantangan yang tidak boleh mereka langgar selama berperang. “Siapapun yang melanggar pantangan tersebut, maka pasti akan terkena tembakan musuh!” tegas Mbah Hasyim. Pak Si’in, adalah salah seorang saksi sejarah atas kejadian itu yang masih hidup.
Atas izin Allah Swt., KH. Hasyim Asy’ari mampu mengetahui apa yang sedang terjadi di tempat lain, meskipun dirinya berada jauh dari tempat itu. Serupa dengan riwayat yang mengkisahkan tentang karomah sahabat Umar bin Khaththab Ra., yang mana beliau dapat mengetahui apa yang sedang terjadi pada pasukannya di medan perang dan cukup beliau memberi perintah dari atas mimbar.
Waktu itu KH. Hasyim Asy’ari sedang mengajar di hadapan para santrinya di pondok (Tebu Ireng). Pada saat yang sama beliau dapat mengetahui keadaan para pasukannya yang sedang melawan penjajah di daerah Pare, sebuah daerah yang jauhnya kira-kira 30 km dari Pondok Pesantren Tebu Ireng.
Disamping mampu melihat suasana perang yang sedang berlangsung dari jarak 30 km, KH. Hasyim Asy’ari pun cukup memberi perintah kepada para pejuang itu dari tempat mengajarnya. Jikalau KH. Hasyim Asy’ari ingin memberi suatu amalan kepada santrinya, maka dipanggillah 3 orang santri, lalu dilihat dengan mata hatinya. Dari bashirah itu, beliau lalu memilih salah seorang dari ketiga santri tersebut yang benar-benar memiliki kemampuan melaksanakan amalan yang akan beliau berikan. Berikutnya, dua orang santri yang tidak beliau pilih, mereka disuruh keluar dari ruangan tempat mereka dipanggil.
Bukan hanya kyainya yang hebat, tapi para santrinya pun memiliki nilai keramat. Terbukti saat Jepang menjajah Indonesia, di daerah Jombang terdapat para tentara Jepang yang siap menindas. Namun setiap kali tentara Jepang mendatangi Pondok Pesantren Tebu Ireng, kendaraan yang mereka pakai selalu tidak bisa berjalan jika bannya disentuh oleh para santri KH. Hasyim Asy’ari.
Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, disamping dikenal sebagai tokoh Islam dan pendiri NU, beliau juga dikenal sebagai Pahlawan Nasional. Salah satu dari jasa beliau adalah mengenai peran serta beliau ketika terjadi perang kemerdekaan di Surabaya. Ketika itu, KH. Hasyim Asyari mengeluarkan Resolusi Jihad yang mewajibkan setiap orang Islam yang tempat tinggalnya berjarak di bawah 96 km dari Surabaya, mereka wajib datang ke Surabaya untuk berperang melawan penjajah. Akhirnya masyarakat Islam berbondong-bondong datang ke Surabaya dan tidak sedikit dari mereka datang dari daerah yang jauh.
Meskipun para pasukan pejuang kemerdekaan Indonesia hanya menggunakan senjata seadanya seperti bambu runcing, namun atas berkat doa para ulama, Allah menurunkan pertolonganNya sehingga tentara penjajah menderita kerugian besar. Peperangan bersejarah itulah yang terjadi pada tanggal 10 November yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh Bangsa Indonesia.
Seruan jihad Hadratusyekh KH. Hasyim asy'ari dalam mengusir penjajah sekutu di bumi nusantara.....
0 Komentar