PROPOSAL
DIAJUKAN UNTUK
SELEKSI PENYULUH AGAMA ISLAM
FUNGSIONAL TELADAN
TINGKAT JAWA TIMUR
TAHUN 2011
ISLAM itu INDAH
OLEH
ANSORI, S.Ag.
NIP: 197412242009011002
PENYULUH AGAMA ISLAM
FUNGSIONAL
KEMENAG KAB. PROBOLINGGO
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Agama Islam merupakan salah satu agama yang jumlah
pengikutnya terbesar di dunia, hampir seluruh Negara yang ada di dunia ini ada
umat Islamnya, termasuk di negara Indonesia. Meskipun Islam itu tersebar
diseluruh dunia, ternyata agama Islam itu pertama kali muncul di Arab Saudi
pada abad VI (enam) Miladiyah, yaitu tepatnya dimulai sejak seorang yang
bernama Muhammad[1] menerima
wahyu[2]
untuk pertama kalinya atau ketika Muhammad mulai mengalami serangkaian proses pewahyuan/komunikasi dari
Ilahi.
Sebenarnya seluruh wahyu yang telah diterima oleh nabi
Muhammad SAW selama 23 tahun merupakan pokok-pokok ajaran Islam, apabila
diperinci maka ruang lingkup ajaran Islam itu meliputi tiga bidang yaitu:
1.
Aqidah, adalah keyakinan hidup
manusia atau yang lebih khas lagi adalah Iman.
2.
Syariah, adalah peraturan Allah
yang mengatur hubungan manusia dengan 3 pihak;
- Hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah).
- Hubungan manusia dengan sesama manuasia.
- Hubungan manusia dengan alam seluruhnya.
3.
Akhlak, adalah mengatur tingkah
laku perangai manusia.
Setelah Nabi Muhammad meninggal dunia, terjadi
perdebatan diantara kaum muslimin tentang penerus kepemimpinan Nabi Muhammad
saw. pada pihak Bani Hasyim mengklaim bahwa jabatan khalifah / pemimpin yang
berhak menjadi pengganti atau yang meneruskan kepemimipinan nabi Muhammad saw
adalah Ali bin Abi Thalib, klaim tersebut didasarkan pada nash dan
simbolisasi beberapa peristiwa tertentu yang menunjukkan bahwa yang berhak
memimpin umat Islam adalah Ali bin Abi Thalib. Sedangkan dari kalangan sahabat
nabi Muhammad saw yang lain beranggapan bahwa yang berhak menjadi khalifah
untuk meneruskan kepemimipinan nabi Muhammad saw masuk dalam wilayah profan[3], klaim
tersebut didasarkan pada tidak ditemukannya wasiat dari nabi Muhammad Saw.
maupun nash yang menunjuk salah satu orang yang menggantikannya.
Bahwa atas terjadinya saling klaim dari kedua kubu
tersebut diatas akhirnya diselesaikan melalui jalur musyawarah yang diadakan di
Syaqifah[4],
dimana hasil musyawarah yang dilaksanakan terpilih Abu Bakar Ash Siddiq yang
dijadikan sebagai khalifah untuk memegang dan meneruskan kepemimpinan Islam
setelah nabi Muhammad saw, hal itu didasarkan pada saat itu kondisi dan
managemen politik umat Islam masih muda dan tradisional, terutama dibidang
pemerintahan. Terpilihnya Abu Bakar Asy Siddiq[5]
sebagai khalifah menimbulkan ketidakpuasan dari pihak-pihak yang ingin
menghancurkan Islam. Ketidakpuasan ini menimbulkan pertikaian sampai pada masa
kekuasaan Khalifah al Rasyidin[6]
yang keempat yaitu Ali bin Abi Thalib berakhir.[7]
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib terjadi
pemberontakan oleh Muawiyah untuk menentang kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
dengan memprovokasi umat Islam dan
mendesak Ali bin Abi Thalib untuk segera menemukan pembunuh Usman bi Affan.
Apabila tidak segera ditemukan maka Ali bin Abi Thalib harus menerima sebagai
pembunuhnya.[8] Disisi
lain Muawiyah semakin memperkokoh penolakannya terhadap Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Muawiyah bertemu di medan
Siffin utuk menyelesaikan perselisihan diantara mereka. Ali bin Abi Thalib
berupaya untuk menghindari pertumpahan darah sesama umat Islam dan mau
menyelesaikan perselisihan tersebut dengan damai. Sedangkan Muawiyah memiliki
kemauan untuk berdamai dengan syarat Ali bin Abi Thalib segera mengatur
penghukuman terhadap pembunuh Utsman segera dan pada saat itu juga, sedangkan
tidak mungkin bagi Ali bin Abi Thalib untuk melakukan hal itu. Bahkan Ali bin
Abi Thalib mengusulkan untuk melakukan perang tanding, akan tetapi muawiyah
tidak menyetujui. Karena bagi Muawiyah lebih baik menghadapi seekor harimau
yang ganas daripada harus menghadapi Ali, Singa Allah di dalam suatu perang
tanding.
Pertemuan di medan Shiffin menemui kebuntuan dan
akhirnya peperangan menjadi satu-satunya jalan menyelasaikan pertentangan yang
ada, dalam peperangan tersebut Ali bin Abi Thalib keluar sebagai pemenangnya.
Disaat pemberontak Muawiyah terdesak Muawiyah menerima nasehat dari Amr bin Ash
untuk mengikatkan Al Qur’an pada ujung tombak tentaranya, hal itu dimaksudkan
agar perselisihan itu diselesaikan menurut Al Qur’an[9],
dengan melakukan proses perdamaian. Ali bin Abi Thalib itu menyetujui
perdamaian dengan menghentikan peperangan. Hal ini menimbulkan reaksi dari para
pengikut Ali, kelompok yang menentang keputusan Ali bin Abi Thalib pergi dan
membuat kerusakan, kelompok ini disebut kelompok Khawarij, sedangkan kelompok
yang setia dengan keputusan Ali disebut kelompok syi’ah[10].
Terbunuhnya Ali pada tahun 661 M, maka zaman ideal Islam berakhir.
Dengan wafatnya Khalifah Ali maka pemerintahan Islam
dilanjutkan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Muawiyyah adalah pendiri dinasti
Umayyah dengan mengubah kekhalifahan menjadi kerajaan, dan menetapkan
pemerintahan oleh dinasti-dinasti dalam Islam. Kekuasaan Bani Umayyah yang
berlangsung dari tahun 41 H – 132 H/661 M – 750 M. Pemerintahan Bani Umayyah
berakhir setelah Khalifah Ibrahim bin al-Walid meninggal dunia, kemudian
pemerintahan Islam dilanjutkan oleh Bani Abbas yang belangsung dari
tahun 132 H – 923 H / 750 M – 1517 M.
Nama dinasti Abbasyiah diambilkan dari nama seorang
dari paman nabi Muhammad saw yang bernama al-Abbas ibn Abdul Muththalib ibn
Hasyim. Orang Abbasiah merasa lebih berhak daripada bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, karena mereka lebih dekat secara nasab dengan bani
Hasyim yaitu nenek moyang dari nabi Muhammad saw. dinasti Abbasiyah berpendapat
bahwa bani Umayyah secara paksa menguasai Khalifah melalui tragedi perang
Shiffin. Oleh karena itu untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan
pemberontakan terhadap bani Umayyah dengan mengatasnamakan jargon dan simbol
bani Hasyim dan bukan menyebut dirinya sebagai keluarga Abbas. Dengan demikian kelompok Syi’ahtu Ali dan
kelompok Syi’ahtu Abbas dapat dirangkul, dan pada akhirnya kelompok ini
yang melandasi berdirinya kekhalifahan Abbasiyah[11].
Pada zaman ini Islam mengalami puncak kejayaannya, dan sekaligus mengalami
keruntuhannya. Pada zaman dinasti Abbasiyah ini, peta kekuatan Islam mengalami
perluasan sampai Asia, Afrika dan Eropa Barat Daya, kecepatan arus ekspansi
tersebut tidak diiringi dengan kekuatan Islam sendiri, sehingga arus ekspansi
lebih cepat dari kekuatan Islam.
Dinasti Abbasiyah berkuasa selama 5 abad lamanya mulai
750 M – 1258 M, dan menunjukkan kemegahan serta kejayaan, akan tetapi kemegahan
dan kejayaan ini berakhir dengan kemunduran yang terjadi pada dinasti
Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah mengalami keruntuhan pada tahun 1258 M ditandai dengan
serbuan Hulagu-khan yakni bangsa Mongol dan perampokan ke Baghdad. Baghdad yang
merupakan pusat kebudayaan dunia dihancurkan. Jumlah penduduk sebelum
perampokan itu lebih dari 2 juta jiwa, dalam pembantaian yang berlangsung
selama enam minggu itu 1.600.000 jiwa binasa. Penyerbuan bangsa Tartar
merupakan bencana terbesar dan amukan paling mengerikan yang menimpa dunia pada
umumnya, khususnya umat Islam.
Muhammad Abdul Karim mengatakan bahwa keruntuhan
dinasti Abbasiyah karena 2 faktor yaitu: pertama, factor Internal, bahwa
dinasti Abbasiyah memiliki wilayah kekuasaan yang hampir sama luasnya dengan wilayah
dinasti Mongol. Luasnya wilayah kekuasaan tersebut tidak diimbangi dengan
kekuatan para Khalifah, sehingga banyak wilayah yang konflik dan melepaskan
diri. Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan runtuhnya dinasti Abbasiyah
yaitu serangan dari bangsa Mongol. Pada akhirnya kekhalifahan Bani Abbas berakhir
pada pemerintahan Khalifah al Hakim bin Amrillah I tahun 1262 M – 1301 M. Pada
kekhalifahan Al Hakim bi Amrillah I banyak kelompok-kelompok tartar
memeluk Islam[12].
Sampai abad ke 21 ini Islam
masih difahamai oleh umatnya secara egoisme[13],
sehingga menimbulkan perpecahan yang berkepanjangan. Desa Sumberkare Kecamatan Wonomerto
Kabupaten Probolinggo adalah desa yang terletak paling barat di kecamatan Wonomerto
lebih kurang 60 KM dari pusat pemerintahan Kabupaten Probolinggo, penduduknya
mayoritas Petani, tingkat pendidiknnya sangat rendah, dengan kondisi geografis
tanah kering, tadah hujan, dengan pemahaman agama yang amat sangat kurang
sehingga mudah dipengaruhi oleh ajaran-ajaran yang menyesatkan seperti agama
Socceh yang berkembang di desa Sumberkare Kecamatan Wonomerto Kabupaten
Probolinggo yang meyakini bahwa Muhammad akhir zaman ada di Kabupaten Jember
Jawa Timur sehingga dalam pelaksanaan Ibadah Haji Mereka cukup di Kabupaten
Jember Provinsi Jawa Timur.
1.2
Rumusan Masalah
Pemahaman keagamaan di masyarakat Desa Sumberkare
Kecamatan Wonomerto Kabupaten Probolinggo sebagai desa binaan penulis pada
umumnya terjadi karena disebabkan beberapa faktor, baik yang berasal dari luar
maupun yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri.
Setelah menyimak sekian banyak permasalahan keagamaan
di desa Sumberkare kecamatan Wonomerto kabupaten Probolinggo yang paling banyak
ditemui adalah mengenai konflik dan konversi keagamaan. Secara garis besar
permasalahannya adalah :
1.
Apa faktor yang menyebabkan
konflik keagamaan tersebut?
2.
Bagaimana dampak dari konversi
keagamaan yang dianaut oleh warga desa Sumberkare kecamatan Wonomerto kabupaten
Probolinggo.
BAB
II
POKOK BAHASAN
2.1.
Karakteristik Ajaran Agama Islam
Faktor yang menyebabkan terjadinya konflik keagamaan
di desa Sumberkare kecamatan Wonomerto Kabupaten Probolinggo, karena agama
Islam difahami secara parsial sebagaimana yang dia dapat dari nenek moyangnya
sehingga apa yang dia ketahui itu yang dia perbuat. Penulis sebagai penyuluh
Agama Islam Fungsional memberikan pemahaman tentang karakteristik ajaran agama
Islam secara berkala.
Karakter Ajaran Agama Islam merupakan landasan
peradaban Islam, terdiri dari dua landasan yakni landasan Filosofi
dan landasan Tasawuf.
1. Landasan Filosofi
Menurut Ridwan
Lubis terdapat tiga landasan filosofi yang membentuk karakter ajaran
Islam yaitu keadilan (al ‘adalah), persamaan (al musawah)
dan persaudaraan (al muakhkhoh).
Pertama, prinsip keadilan (al-’adalah)
Adil adalah keseimbangan yang terdapat pada diri seseorang yaitu antara hak dan
kewajiban. Orang yang terlalu menonjolkan hak berarti ia akan bersikap egois,
otoriter, tidak suka menerima pendapat dari orang lain. Pola berpikir yang
demikian tidak sejalan dengan tuntutan demokratis yang menjadi kebutuhan dalam
tata pergaulan sosial. Sebaliknya orang yang hanya memikirkan kewajiban juga
menjadi pribadi yang tidak seimbang karena Ia melupakan bahwa dirinya,
keluarganya mempunyai hak kepada dirinya.
Kedua, prinsip persamaan derajat (al
musawah) adalah sikap seseorang yang memandang bahwa dirinya adalah sejajar
dengan orang lain. Memang ada perbedaan di antara manusia akan tetapi perbedaan
itu tidak lebih dari sekedar penanda identitas antara satu dengan yang lain.
Sikap al musawah sangat diperlukan dalam pekerjaan keilmuan karena dengan
demikian ia tidak memutlakkan kebenaran sebuah pendapat karena betapapun
kuatnya argument sebuah pemikiran akan tetapi kebenarannya selalu bersifat
relatif tergantung kepada ruang dan waktu. Pada diri setiap manusia terdapat
dua pilihan status yaitu status karena ikatan primordial (ascribed status) yang
diperoleh melalui asal usul keturunan, warna kulit, suku bangsa.
Status yang demikian tidak mungkin diubah karena ia
merupakan hasil dari perkembangan urutan biologis. Oleh karena itu, status yang
dihasilkan melalui keturunan ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk
mengukur sebuah prestasi. Dalam pandangan Islam, tidak terdapat perbedaan
ketakwaan seseorang karena disebabkan perbedaan asal usul sebagaimana makna
bunyi hadisnya: tidak ada perbedaan keutamaan antara orang arab dengan orang
‘ajam kecuali karena takwanya. Status kedua adalah diperoleh karena kemampuan
dan usaha sendiri (achieved status). Hal ini tentunya bersumber dari keungulan
ilmu yang dimiliki seseorang sehingga ia memperoleh kedudukan yang lebih tinggi
dari yang lain. Hal ini akan membuka peluang terjadinya kompetisi
berlomba-lomba kepada kebaikan (fastabiqul khairat). Keunggulan suatu bangsa
bukan hanya ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya
(comparative advantages) akan tetapi ditentukan oleh kemampuannya dalam
persaingan (competitive advantages).Demikian juga keunggulan umat Islam
sehingga menghasilkan kejayaan peradaban selama lebih kurang tujuh ratus tahun
adalah akibat dari kemampuan mereka untuk mengembangkan status yang dihasilkan
tersebut.
Ketiga, prinsip persaudaraan (al muakhkoh)
adalah merupakan karakter ajaran Islam yang selalu memperbanyak saudara di muka
bumi karena kedatangan Islam adalah sebagai rahmat bagi sekalian alam. Dengan
prinsip seperti itu, maka lahirlah ilmuwan muslim yang justru berasal dari
keturunan bukan arab (mawali) yang menghasilkan karya-karya yang tidak hanya
merupakan terjemahan dari kahzanah filsafat Yunani akan tetapi adalah merupakan
hasil penggalian sendiri dengan mempertemukan ayat-ayat Quran dengan ayat-ayat
kauniyat. Islam memandang umat manusia adalah bersaudara dengan melakukan
klasifikasi sebagai berikut. Saudara seagama (ukhuwah islamiyah) karena
dipertemukan oleh kesamaan iman dan ibadah, kemudian saudara sesama warga yang
dipersatukan oleh ikatan territorial (ukhuwah wathoniyah) dan saudara sesama
umat manusia (ukhuwah basyariyah). Pentingnya persaudaraan ini adalah mendorong
seorang muslim untuk tidak mengalami hambatan psikologis apabila mengutip
pendapat atau pemikiran orang lain karena kebenaran itu selalu bersifat
universal. Dalam kaitan itulah kebenaran Hadis Rasul: khudz al hikmata min ayi
wi’ain kaharajat artinya ambillah ilmu itu dari karung siapapun ia keluarnya.
Ketiga karakter di atas lalu kemudian membentuk landasan
peradaban Islam yaitu stabilitas sosial berdasar
kesamaan iman serta semangat persaudaraan dengan semua umat manusia;
kesejahteraan sosial melalui kemajuan di bidang ekonomi; dan peningkatan
wawasan ilmu pengetahuan akibat dari meningkatnya kebutuhan primer masyarakat
dari kebutuhan sandang, pangan dan papan menjadi kebutuhan spiritual dan ilmu
pengetahuan. Memajukan peradaban menjadi titik simpul bertemunya tindak pranata
sosial yaitu istana sebagai penggagas kebudayaan; ilmuwan sebagai penggerak
kebudayaan dan sikap masyarakat yang terbuka, akomodatif dan berorientasi ke
masa depan.
2. Landasan Filosofi
a. Robbaniyyah
Allah Swt merupakan Robbul alamin disebut juga
dengan Rabbun nas dan banyak lagi sebutan lainnya. Kalau karakteristik Islam
itu adalah Robbaniyyah itu artinya bahwa Islam merupakan agama yang bersumber
dari Allah Swt bukan dari manusia sedangkan Nabi Muhammad Saw tidak membuat agama
ini tapi beliau hanya menyampaikannya. Karenanya dalam kapasitasnya sebagai
Nabi beliau berbicara berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya Allah
berfirman dalam (Q.S. An-Najm/53 :3-4) :
3. Dan Tiadalah yang diucapkannya itu
(Al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Karena itu ajaran Islam sangat terjamin kemurniannya
sebagaimana Allah telah menjamin kemurnian Al-Qur’an. Allah berfirman
dalam (Q.S. Al-Hijr/15 : 9) :
9.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.
Disamping
itu seorang muslim tentu saja harus mengakui Allah Swt sebagai Rabb dengan
segala konsekuensinya yakni mengabdi hanya kepada-Nya sehingga dia menjadi
seorang yang rabbani dari arti memiliki sikap dan prilaku dari nilai-nilai yang
datang dari Allah Swt Allah berfirman dalam Surah Al-Imran : 79
79.
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
b. Insaniyyah
Islam merupakan agama yang diturunkan untuk manusia karena
itu Islam merupakan satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia. Pada
dasarnya tidak ada satupun ajaran Islam yang bertentangan dengan jiwa manusia.
Seks misalnya merupakan satu kecenderungan jiwa manusia untuk dilampiaskan
karenanya Islam tidak melarang manusia untuk melampiaskan keinginan seksualnya
selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Prinsipnya manusia itu kan punya kecenderungan untuk
cinta pada harta tahta wanita dan segala hal yang bersifat duniawi semua itu
tidak dilarang di dalam Islam namun harus diatur keseimbangannya dengan keni’matan
ukhrawi Allah berfirman dalam (Q.S. Al-Qashash/28 : 77) :
77.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
c.
Syumuliyah
Islam merupakan agama yang lengkap
tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu mengabaikan aspek lainnya. Kelengkapan
ajaran Islam itu nampak dari konsep Islam dalam berbagai bidang kehidupan mulai
dari urusan pribadi keluarga masyarakat sampai pada persoalan-persoalan
berbangsa dan bernegara.
Kesyumuliyahan Islam tidak hanya dari segi ajarannya yang
rasional dan mudah diamalkan tapi juga keharusan menegakkan ajaran Islam dengan
metodologi yang islami. Karena itu di dalam Islam kita dapati konsep tentang
dakwah jihad dan sebagainya. Dengan demikian segala persoalan ada petunjuknya
di dalam Islam Allah berfirman dalam (Q.S. An-Nahl/16 : 89) :
artinya
“Dan Kami turunkan kepadamu al kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
d. Al Waqi’iyyah
Karakteristik lain dari ajaran Islam adalah al waqi’iyyah
ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang dapat diamalkan oleh manusia
atau dengan kata lain dapat direalisir dalam kehidupan sehari-hari. Islam dapat
diamalkan oleh manusia meskipun mereka berbeda latar belakang kaya miskin pria
wanita dewasa remaja anak-anak berpendidikan tinggi berpendidikan rendah
bangsawan rakyat biasa berbeda suku adat istiadat dan sebagainya.
Disamping itu Islam sendiri tidak bertentangan dengan
realitas perkembangan zaman bahkan Islam menjadi satu-satunya agama yang mampu
menghadapi dan mengatasi dampak negatif dari kemajuan zaman. Ini berarti Islam
agama yang tidak takut dengan kemajuan zaman.
e.
Al Wasathiyah
Di dunia ini ada agama yang hanya menekankan pada
persoalan-persoalan tertentu ada yang lebih mengutamakan masalah materi
ketimbang rohani atau sebaliknya. Ada pula yang lebih menekankan aspek logika
dari pada perasaan dan begitulah seterusnya. Allah Swt menyebutkan bahwa umat
Islam adalah ummatan wasathan umat yang seimbang dalam beramal
baik yang menyangkut pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani dan akal pikiran
maupun kebutuhan rohani.
Manusia memang membutuhkan konsep agama yang seimbang hal
ini karena tawazun merupakan sunnatullah. Di alam semesta ini terdapat siang
dan malam gelap dan terang hujan dan panas dan begitulah seterusnya sehingga
terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Dalam soal aqidah misalnya banyak agama
yang menghendaki keberadaan Tuhan secara konkrit sehingga penganutnya membuat
simbol-simbol dalam bentuk patung. Ada juga agama yang menganggap tuhan sebagai
sesuatu yang abstrak sehingga masalah ketuhanan merupakan khayalan belaka
bahkan cenderung ada yang tidak percaya akan adanya tuhan sebagaimana
komunisme. Islam mempunyai konsep bahwa Tuhan merupakan sesuatu yang ada namun
adanya tidak bisa dilihat dengan mata kepala kita keberadaannya bisa dibuktikan
dengan adanya alam semesta ini yang konkrit maka ini merupakan konsep ketuhanan
yang seimbang. Begitu pula dalam masalah lainnya seperti peribadatan akhlak
hukum dan sebagainya.
f. Al Wudhuh
Karakteristik penting lainnya dari ajaran
Islam adalah konsepnya yang jelas. Kejelasan konsep Islam membuat umatnya tidak
bingung dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam bahkan pertanyaan umat
manusia tentang Islam dapat dijawab dengan jelas apalagi kalau pertanyaan
tersebut mengarah pada maksud merusak ajaran Islam itu sendiri.
Dalam masalah aqidah konsep Islam begitu
jelas sehingga dengan aqidah yang mantap seorang muslim menjadi terikat pada
ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Konsep syari’ah atau hukumnya juga
jelas sehingga umat Islam dapat melaksanakan peribadatan dengan baik dan mampu
membedakan antara yang haq dengan yang bathil begitulah seterusnya dalam ajaran
Islam yang serba jelas apalagi pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
g. Al Jam’u Baina Ats Tsabat wa Al
Murunnah
Di dalam Islam tergabung juga ajaran yang
permanen dengan yang fleksibel. Yang dimaksud dengan yang permanen adalah
hal-hal yang tidak bisa diganggu gugat dia mesti begitu misalnya shalat lima
waktu yang mesti dikerjakan tapi dalam melaksanakannya ada ketentuan yang bisa
fleksibel misalnya bila seorang muslim sakit dia bisa shalat dengan duduk atau
berbaring kalau dalam perjalanan jauh bisa dijama’ dan diqashar dan bila tidak
ada air atau dengan sebab-sebab tertentu berwudhu bisa diganti dengan tayamum.
Ini berarti secara prinsip Islam tidak akan
pernah mengalami perubahan namun dalam pelaksanaannya bisa saja disesuaikan
dengan situasi dan konsidinya ini bukan berarti kebenaran Islam tidak mutlak
tapi yang fleksibel adalah teknis pelaksanaannya.
2.2.
Prinsip Ajaran Agama Islam.
Dampak dari Konversi Keagamaan
Masyarakat Desa Sumberkare Kecamatan Wonomerto Kabupaten Probolinggo
mengakibatkan pemahaman yang amat salah, sehingga mereka tidak mau melaksanakan
ibadah sebagaimana yang telah diatur oleh AlQuran dan As Sunnah, tetapi mereka
mempercayai kepada pembawa-pembawa berita yang mengatakan bahwa Muhammad akhir
zaman ada di Kabupaten Jember Jawa Timur, sehingga penulis sebagai Penyuluh
Agama Islam Fungsional menyampaikan tentang prinsip ajaran Agama Islam secara
berkala agar masyarakat desa binaan memahami ajaran Islam secara benar.
Prinsip ajaran islam tentang
hidup bermasyarakat di dasarkan pada fitrah manusiawi dan manusia itu
sendiri[14], yaitu
manusia adalah mahluk sosial (ijtima’i) yang memiliki naluri hidup bermasyarakat,
naluri tersebut dapat berkembang baik bila diberi kesempatan yang cukup,
memadai dalam tatanan dan pranata sosial, yang dapat menjamin perkembangannya,
tidak mungkin naluri sosial manusia dapat berkembang tidak beraturan dan tanpa
pedoman, oleh karena itu maka islam telah meletakkan landasan pokok tentang hal
tersebut (Q.S Ali Imron/3: 12).
12. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan
dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. dan
Itulah tempat yang seburuk-buruknya".
Untuk memperingatkan bahwa manusia
yang menderita kehinaan dalam hidup dimanapun dia berada adalah mereka yang
tidak memelihara hubungan vertical dengan Allah SWT dan hubungan horisotal
dengan masyarakatnya.
Hubungan satu dengan lainnya saling
pengaruh mempengaruhi secara timbal balik yang seimbang, tidak boleh hubungan satu arah saja yang lebih kuat
sehingga menimbulkan ketimpangan hidup. Islam adalah agama yang mengajarkan
hidup yang berpolakan pada keseimbangan keserasian antara hubungan vertical dan
horizontal, serta keseimbangan antara kepentingan-kepentingan hidup jasmaniah
dan rohaniah, hidup duniawi dan ukhrawi. Piñata sosial yang diletakkan dasar-dasarnya oleh islam adalah mengandung nilai kemanusiaan yang
berjiwa demokratis bertumpu pada tiga dasar keilmuan yaitu kemerdekaan,
persamaan dan persaudaraan (Q.S. Al-Israa’/17: 33).
33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang bena. dan Barangsiapa
dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
(Q.S. Al-Baqoroh/2: 256)
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu
Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak
akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(Q.S. Al-Hujuraat/49: 10)
10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.
sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
(Q.S. Al-Hujuraat/49: 13)
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Struktur sosial yang dikehendaki islam[15]
adalah struktur sosial yang bebas dari sistem kelas/feodalisme dalam mengembangkan
struktur sosial itu musyawarah dijadikan factor penentu dalam usaha memecahkan
permasalahan yang menyangkut kehidupan sosialnya, tolong menolong dalam usaha
pembangunan sosial merupakan cirri dari struktur kehidupan sosial tersebut,
sedangkan tolong menolong dalam usaha yang bersifat merusak (destruktif) adalah
suatu perbuatan yang sangat tercela dan dosa (Q.S. 5: 2).
2. Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389],
dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan
(pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
- Pemahaman agama secara parsial sehingga memunculkan perilaku-perilaku yang salah dan sering terjadi konflik karena faktor pendidikan yang sangat rendah.
- Dakwah yang dikembangkan di Sumberkare diterapkan melalui peningkatan ekonomi umat dan perbaikan pendidikan masyarakat agar kembali memeluk agama islam yang benar.
3.2. Saran
Diharapkan kepada Dewan Juri untuk memberikan bimbingan,
pembenahan-pembenahan demi baiknya proposal ini agar menjadi Penyuluh Agama
Teladan tahun ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Syaikh Shafiyyurrahman
Al-Mubarrakfury,Sirah Nabawiyah, Jakarta; Pustaka Al Kautsar, 2003
2.
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Prophetic
Intellegence-Kecerdasan Kenabian (menumbuhkan potensi hakiki Insani melalui
pengembangan kesehatan Ruhani), Yogyakarta; Islamika, 2005
3.
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh,
Jakarta; Pustaka Firdaus, 2005.
4.
M.M. Al-A’zami, The History of
Al Qur’anic `Text from Revalation to Compilation (A Comparative Study With the
Old and New Testaments) – Sejarah Teks Al Qur’an dari Wahyu sampai Al Qur’an
(Kajian perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), Jakarta;
Gema Insani Press, 2005
5.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia jilid II. Jakarta: Balai
Pustaka, 1995.
6.
Rofiq Suhud dkk, Antologi Islam,
Jakarta; Al Huda, 2005.
7.
Muhammad Husain Haekal, Abu
Bakar Asy Siddiq, Sebuah Biografi dan Study Analisis tentang Permulaan Sejarah
Islam Sepeninggal Nabi, Jakarta; Pustaka Litera AntarNusa, 2006.
8.
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan
Nihayah-Masa Khulafaur Rasyidin Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Jakarta;
Darul Haq, 2004).
9.
Syed Mahmudunnasir, Islam
Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: CV Rosda Bandung, 1988.
10.
Ibnu Khaldun, Muqaddimahnya
11.
Ibn al-Atsir, Nihayah al-Lughah
12.
Ayatullah Sayyid Muhammad
al-Musawi, Mazhab Syiah (Kajian Al Qur’an dan As Sunnah). Bandung:
Muthahhari Press. 2005.
13.
Rahma, Syaikh Muhammad Luftar. Islam.Dhaka:
Bangla Academy, 1977
14.
M. Abdul Karim. Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Boo Publisher. 2007.
15. Moh. Nurhasan,
Perisai Pribadi Muslim sebuah catatan dari Ladang Dakwah, Malang RESIST
Literacy, 2010.
[1] Muhammad dilahirkan dari seorang ibu yag bernama
Aminah yang berasal dari keluarga Bani Hasyim di Mekkah pada Senin pagi,
tanggal 9 Rabi’ul Awwal, permulaan tahun dari peristiwa gajah, dan empat puluh
tahun setelah kekuasaan kerajaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan
tanggal 20 atau 22 April tahun 671 M. Ayah
belaiu bernama Abdullah. Setelah Aminah melahirkan, dia mengirim utusan
ketempat kakeknya, Abdul Muththalib, untuk menyampaikan kabar gembira tentang
kelahiran cucunya. Maka Abdul Muththalib datang dengan perasaan suka cita untuk
membawa beliau kedalam ka’bah, seraya berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya.
Dia memilihkan nama Muhammad bagi beliau. Nama ini belum dikenal di kalangan
Arab. Beliau dikhitan pada hari ketujuh, seperti yang biasa dilakukan
orang-orang Arab. (Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarrakfury,Sirah Nabawiyah,
Jakarta ;
Pustaka Al Kautsar, 2003. Hlm.75-76)
[2] -Wahyu
adalah kalam Allah SWT ysng disampaikan kepada nabi Muhammad saw melalui
malaikat Jibril, kalam Allah tersebut dinamakan Al Qur’an. (Hamdani Bakran
Adz-Dzakiey, Prophetic Intellegence-Kecerdasan Kenabian (menumbuhkan potensi
hakiki Insani melalui pengembangan kesehatan Ruhani ), Yogyakarta ;
Islamika, 2005, Hlm.135).
- Ayat-ayat Al
Quir’an yang pertama kali turun adalah ayat 1-5 dari surat
Al-Alaq (Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Jakarta ;
Pustaka Firdaus, 2005, Hlm.99). Lihat juga M.M. Al-A’zami, The History of Al
Qur’anic Text from Revalation to Compilation (A Comparative Study With the Old
and New Testaments) – Sejarah Teks Al Qur’an dari Wahyu sampai Al Qur’an
(Kajian perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), Jakarta ; Gema Insani
Press, 2005.Hlm. 50.
[3]
Profan , 1. tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan; lawan
sakral;
2.
Tidak kudus (suci) karena tercemar;
3.
tidak termasuk yang kudus (suci); duniawi (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia jilid II. Jakarta : Balai Pustaka,
1995. Hlm 789).
[4] Syaqifah
merupakan tempat diadakannya musyawarah oleh kalangan Anshor dan Muhajirin
yang membahas mengenai pemilihan khalifah. (Rofiq Suhud dkk, Antologi Islam,
Jakarta ; Al
Huda, 2005. Hlm.13).
[5] Bahwa
sepeninggal Rosulullah saw, sejak hari pertama sudah disepakati yang harus
memegang pimpinan adalah Abu Bakar Asy Siddiq (Muhammad Husain Haekal, Abu
Bakar Asy Siddiq, Sebuah Biografi dan Study Analisis tentang Permulaan Sejarah
Islam Sepeninggal Nabi, Jakarta ;
Pustaka Litera AntarNusa, 2006, Hlm.54)
[6]
Masa peerintahan Khalifah al-Rasyidin di pimpinh oleh 4 orang khalifah, yaitu:
1.
Abu Bakar Asy-Siddiq (11 H – 13 H
/ 632 M – 634 M)
2.
Umar bin Khattab (13 H – 23 H /
634 M – 644 M)
3.
Utsman bin Affan (24 H – 36 H /
644 M – 656 M)
4.
Ali bin Abi Thalib (36 H – 41 H /
656 M – 661 M)
(Baca:
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah-Masa Khulafaur Rasyidin Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Jakarta ;
Darul Haq, 2004).
[7]
Ibid
[8]
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : CV Rosda Bandung, 1988, hlm. 199.
[9] Maksud
penyelesaian dengan Alqur’an yaitu dengan sistem perwasitan untuk menjadi
penengah di kedua belah pihak. Muawiyah mengangkat Amr bin Ash sebagai wakilnya
sedangkan dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-‘Asyari. Pada proses
perwasitan sedang berlangsung, tentara Ali tiba-tiba mengeluarkan pendapat
bahwa sistem perwasitan yang dilakukan manusia adalah perbuatan yang dosa.
Perwasitan semata-mata hanyalah hak prioritas Allah SWT. Mereka menghendaki
peperangan terus berlangsung sedangkan Khalifah Ali berjanji untuk tidak
meneruskan peperangan. Oleh karena keputusan Khalifah Ali tersebut, 12.000
orang tentaranya meninggalkan perkemahan dan membuat kerusakan-kerusakan di
dalam imperium terutam di Iraq ,
karena mereka kecewa denga sikpa Ali. Kelompok ini dekinal dengan golongan
Khawarij. Penyelesaian kompromistis antara Ali dan Mu’awiyah tidak di setujui
oleh kaum Khawarij, dan mereka merencanakan untuk membunuh Ali. Akhirnya mereka
berhasil membunuh Ali yang dilakukan oleh Abdurrahmandengan cara memberikan
pukulan yang hebat kepada Ali sewaktu dia akan adzan di mesjid. (Syed Mahmudunnasir.
Ibid, hlm. 197-202)
[10] Ibnu
Khaldun di dalam Muqaddimahnya hlm. 138 mengatakan, “Ketahuilah bahwa Syi’ah
dalam pengertian bahasa adalah para sahabat dan para pengikut, tetapi dalam
istilah para fuqaha dan ahli kalam klasik dan kontemporer berarti para pengikut
Ali dan keturunannya.” Ibn al-Atsir dalam kitabnya Nihayah al-Lughah
tentang arti kata syiya’: Syi’ah adalah kelompok orang, baik untuk
seorang, dua orang,maupun jamak, baik laki-laki maupun perempuan dengan satu
lafazdan satu arti. Namun, pada umumnya kata ini digunakan untuk setiap orang
yang mengatakan bahwa ia setia kepada Ali ra dan Ahlul Baitnya. Sehingga kata
ini menjadi sebutan khusus bagi mereka. Jika ada yang mengatakan, “si Fulan
adalah Syi’ah”, dimaklumi bahwa ia adalah bagian dari mereka. Tentang mahzab
Syi’ah pun demikian. Bentuk jamaknya adalah syiya’ dan asalanya dari
kata al-masyayi’ yang berarti mengikuti dan patuh. Al Fairuzabadi
didalam al-qamus dalam kata sya’a mengatakan, “Syi’atur rajul” adalah
para pengikut dan pembela seseorang, dan dalam konteks tertentu berarti
kelompok. Hal ini berlaku untuk satu orang, dua orang, sekelompok orang
laki-laki dan perempuan. Namun, pada umumnya kata ini digunakan dalam arti
setiap orang yang setia kepada Ali dan Ahlul Baitnya sehingga menjadi julukan
khusus bagi mereka. Bentuk jamaknya adalah Asyya’ dan Syiya’.(Ayatullah
Sayyid Muhammad al-Musawi, Mazhab Syiah (Kajian Al Qur’an dan As Sunnah).
Bandung :
Muthahhari Press. 2005, hlm. 53)
[11]
Dinasti Abbasiyah merupakan pemerintahan no-Arab, sedangkan zaman Umayyah
adalah Arab Murni yang sangat peka terhadap suku Arab (Quraisy), sedangkan pada
periode Abbasiyah disamping orang Quraisy, orang Khurasan dan dari
daerah-daerah lain elit tentara sangat menonjol dalam kebijakan pemerintahan.
Para Khalifah beranggapan, bahwa sebagai pewaris Nabi Muhammad saw, yang punya
hak sacral dan hubungan ini membawa mereka untuk memerintah dan mempengaruhi
dunia Islam dan merekalah yang mendudukkan kembali Islam dalam posisi yang
benar. (Rahma, Syaikh Muhammad Luftar. Islam.Dhaka: Bangla Academy ,
1977, hlm.129 dalam M. Abdul Karim. Ibid, hlm. 180)
[12] M.
Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta :
Pustaka Boo Publisher. 2007, hlm. 143
[13]
Egoisme: teori yang berpendapat bahwa segala perbuatan aatau tindakan selalu
disebabkan oleh keinginan untuk mkenguntungkan diri-sendiri (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia jilid II. Jakarta : Balai Pustaka,
1995).
[14] -Fitrah
manusia yaitu manusia adalah mahluk sosial (ijtima’i) yang memiliki naluri hidup bermasyarakat,
naluri tersebut dapat berkembang baik bila diberi kesempatan yang cukup,
memadai dalam tatanan dan pranata sosial, yang dapat menjamin perkembangannya.
(Moh. Nurhasan, Perisai Pribadi Muslim sebuah catatan dari Ladang Dakwah,
Malang RESIST Literacy, 2010, Hlm.27).
[15] -Ibid,
lih. Hal.16
0 Komentar