Ketua PCNU Probolinggo : Ilmu Lentera Kehidupan, Orang Tua Azimah Yang Menyelamatkan

 


Kab. Probolinggo (IslamNu) Bulan Sya’ban selalu ramai setiap tahunnya, di mana pada bulan tersebut banyak sekali lembaga pendidikan islam keagamaan baik formal; seeprti MI, MTs, MA maupun non formal seperti pondok pesantren, madrasah diniyah, TPQ. (26/5).

Sama halnya kegiatan malam ini, Kamis (26/5) Pondok pesantren Al-Barokah Tunggak Cerme-Wonomerto melaksanakan “Haul Pendiri dan Haflatul Imtihan ke 8”. Pesantren yang diasuh oleh KH. Muhammad Hasan Sidiq ini awal mulanya berupa Masjid yang dirikan oleh Kakeknya Kyai Wangi sekitar tahun 1970-an, kemudian dilanjutkan oleh Ayahnya KH. Ahmad Siddiq alumni Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.

Dan sekarang sudah berdiri TPQ, Madin dan Pondok Pesantren Salafiyah. Dalam Sambutannya KH. Muhammad Hasan Siddiq mengharapkan dukungannya dari semua wali santri, tokoh agama dan tokoh masyarakat bahwa InsyaAllah tahun ini juga akan membuka lembaga pendidikan umum setingkat SLTA, harapnya

Pengajian umum malam ini selain dihadiri santri, alumni, tokoh agama dan tokoh masyarakat juga dihadiri Kepala KUA Wonomerto, dan dua Muballigh; KH. Nabil Nizar dari Sumberkerang serta Ketua PCNU Kabupaten Probolinggo, KH. Abdul Hadi Saifullah.

Dalam sambutannya H. Wawan Ali Suhudi (Kepala KUA) menyampaikan akan pentingnya pendidikan islam yang mengarah para perbaikan moral dan mental dimana pertumbuhan dan perkembangan teknologi tidak bisa dipungkiri lagi kita harus menyambutnya dengan persiapan yang matang. Meraih masa depan anak yang geminal sangat ditentukan peran orang tua dan lembaga pendidikan.

Kaitannya dengan mensukseskan pendidikan 12 tahun, hendaknya kita sadar bahwa pendewasaan usia nikah sangat diperlukan, tanpa adanya upaya tersebut maka tujuan membangun manusia seutuhnya sulit tercapai. Kita sudah menyadari pentingnya pendidikan anak sejak dini mengerti akan ilmu, bukan hanya ilmu umum dan agama namun penting pula ilmu membangun rumah tangga.

KH. M. Nabil Nizar dalam ceramahnya, menyampaikan akan “Pentingnya ilmu Dalam kehidupan”. Orang yang memiliki ilmu harganya Mahal, mau berada di manapun dan kapanpun dan dalam situasi bagaimanapun, orang yang berilmu Allah Swt akan memposisikan pada posisi yang sebenarnya, sebagaimana penjelasan Al-Qur’an bahwa mereka para pemilik ilmu pengetahuan yang dilandasi keimanan Allah akan mengangkat derajatnya.

Ilmu yang bermanfaat dan barokahlah yang selalu kita harapkan, Zaman sekarang mendidik anak sangat sulit, anak muda saat ini lebih senang berada di gardu dibandingkan mengaji di Masjid dan musholla. Berbeda jauh dengan masa-masa lampau, di mana anak-anak muda kala itu memiliki rasa malu yang amat besar. Sekarang berbeda, akibat pengaruh akulturasi budaya berhasil mempengaruhi kehidupan anakdan pemuda.

Gus Nabil menceritakan bagaimana kisahnya Ma’ul hayat di masanya Nabi sulaiman, juga sempat senyinggung tentang sejarah Fudail bin Iyad yang memiliki seorang murid disaat mau meninggal tidak bisa membaca syahadat sehingga ditalkin oleh gurunya. Seorang anak hendaknya bisa menghormati orang tuanya, guru pertama dan utama dalam hidupnya. Begitupula jadi orang tua jangan mudah mendoakan jelek anak-anaknya, terutama ibunya, karena doanya tidak akan pernah kembali untuk dikabulkan penciptanya.

Beliau juga mengupas sejarah Kyai Hasan Basri pernah menggendong ibunya sejauh 100 Km dari Kota Syam ke Mekah untsebagai bentuk kepatk melaksanakan ibadah haji dan bentuk kepatuhan serta kasih sayangnya kepada sang Ibu. Apa yang bisa kita petik bahwa kasih sayang seorang ibu selama hamil hingga menyapih anak-anaknya tidak bisa sebanding dengan seumpana Hasan Basri sejauh 1000 km tersebut.

Sementara Ketua PCNU, KH. Abdul Hadi Saifullah menyampaikan bahwa Ilmu merupakan lentera kehidupan dan orang tua azimah yang menyelamatkan. Dalam hidup hendaknya kita membiasakan untuk selalu berbuat baik kepada siapapun, dengan akhlaq mulia, berkata baik, bershodaqah dengan yang paling disayang dari harta miliknya.

Beliau mengutip satu istilah ان القلوب لم،يتاثر الا بالامثال bahwa hati tidak akan membekas kecuali dengan adanya amtsal (contoh) untuk berbuat kebaikan harus ada contohnya, dimulai dengan contoh kongkrit, dimulai dari hal terkecil sekalipun. Di sinilah peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan untuk membentuk amtsal tersebut.

Semua orang tua bercita-cita dan menginginkan anaknya untuk menjadi anak yang berilmu, pintar dan benar, berakhlaqul karimah, memiliki kepribadian yang baik, beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. Dan untuk mewujudkan itu semua, hendaknya anak-anak kita ditaruh di pendidikan agama dan keagamaan seperti madrasah dan pondok pesantren.

Untuk mengarahkan karakter anak harus dimulai sejak usia kecil sebagaimana kayu yang bengkok hanya bisa dilakukan diusia muda kalau tidak ingin patah saat diluruskannya, apalagi manusia. Semoga anak-anak kita, para santri semuanya menjadi anak sholih-sholihah sebagaimana harapan semua orang tua, tutupnya. (Mp).

Posting Komentar

0 Komentar