Probolinggo(19/2} Acara Pengukuhan Pengurus DPC. Tanaszaha Genggong Bekerjasama dengan Majelis Al-Khair Wal Barokah dan Majelis Dzikir Sholawat Rijalul Ansor Probolinggo, Bertempat di halaman Eks Pemkab Probolinggo, malam ini menggelar Tabligh Akbar yang dihadiri Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah yang sekaligus Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur. Hadir pula Drs. KH. Hasan Aminuddin, M.Si (Anggota DPR-RI Komisi VIII), Habib Muhsin Al-Hamid, Ketua Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor Gus Wahab Yahya bin Hamid (Cucu KH. Wahab Chasbullah), Jajaran Pengasuh Zainul Hasan Gus Boy, Gus Digo dan Gus Alex, Jajaran Pengurus DPC. Tanaszaha, serta ribuan jamaah dari berbagai aktivis Nahdlatul Ulama PCNU Kota kabupaten Probolinggo.
KH. Moh. Hasan Mutawakkil menyampaikan bahwa Tanaszaha merupakan inisiasi Hadrotus syaikh KH. Hasan Saifur Rijal untuk membangun komonikasi antara Masyayikh dengan santri alumni; terutama informasi terkait perkembangan pendidikan dan keadaan Era G30S/PKI yang mana banyak informasi yang dikembangkan tokoh komonis untuk mengaduh domba antara warga pesantren dengan umat islam dan bangsa Indonesia secara umum. Organisasi ini didirikan tidak untuk mencari pengaruh, akan tetapi mencari kemulyaan dari Allah. Karena mencari pengaruh akan jatuh tersungkur sementara mencari kemulyaan dari Allah tidak ada batasnya; tidak ada pensiunnya tambah lama tambah tua akan bertambah barokah, karena doa dari para sesepuh teruma dari Hadrotus Syaikh Al-Arif Billah KH. Moh. Hasan, KH. Hasan Saifur Rijal, Ny. Hj. Imami Hafsawati sebagai pendiri dari Pesantren Zainul Hasan Genggong.
Yang terpenting dalam hidup adalah ilmu yang bermanfaat, baik sedikit apalagi banyak, ilmu yang sedikit manfaat dan bermanfaat akan lebih dirasakan keberadaanya apalagi banyak. Untuk pengurus Tanaszaha saya ingatkan : “Perbaiki niatnya”. Menjadi pengurus Tanaszaha tidak mendapat bayaran dan dipastikan akan berkorban baik fikiran, tenaga bahkan dana, tapi doanya Pendiri Tanaszaha KH. Moh. Hasan Saifur Rijal : “Sang santreh se endek ngaladinih Tanaszaha klaben ikhlas, abantu alumnus ben masyarakat, mugeh mugeh epareng ennah barokah omorrah, barokah amal ibadanah, barokah rizqinah, barokah anak toronnah, Ben ngaolle Husnul Khotimah”. Dan kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia kira-kira : “Santri saya yang mau melayani Tanaszaha dengan ikhlas, membantu alumnus dan masyarakat semoga akan mendapatkan barokah umurnya, amal ibadahnya, rizkinya, barokah anak-anaknya, dan mendapatkan Husnul Khotimah”. Apalagi yang lebih utama dari semua itu kata KH. Moh Hasan Mutawakkil alallah.
Manusia terbaik adalah mereka yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain disekitarnya dan paling baik akhlaknya. Nilai seseorang akan terukur seberapa besar bisa memberikan manfaat kepada orang lain, bisa bernilai 10, 100, 1000 bahkan seberapa luas manfaat itu dirasakan masyarakat sekitarnya. Kalau kita bisa memberikan manfaat untuk masyarakat Probolinggo, berarti nilai kita sebanding dengan 1 juta lebih rakyat Probolinggo, beitupula jika kita bisa memberikan manfaat kepada masyarakat Jawa Timur, berarti nilai kita sebanding dengan 30 juta lebih rakyat Jawa Timur dan kalau kita mampu memberikan manfaat kepada seluruh Indonesia, maka nilai kita sebanding dengan seluruh rakyat di Indonesia. Namun jika egoisme yang didahulukan, kepentingan pribadi dinomer satukan, ilmu hanya untuk dirinya, jabatan untuk kepentingan dirinya, maka nilai diri kita hanyalah satu.
Maka ingatlah Rasulullah Saw bersabda : Dua hal yang paling utama dalam hidup yang selalu kita jaga; pertama Iman Tauhid kedua hendaknya kita mampu memberikan manfaat kepada umat islam. Dua hal inilah merupakan pola perjuangan Wali Songo, pola perjuangan para santrinya Wali Songo, pola perjuangan Salafus Sholihin dan pola pendiri Pendiri Pesantren, inilah yang menyebabkan Indonesia tetap utuh hingga saat ini. Ini bukannya tanpa alasan karena kalau kita mau mencari orang pinter, cerdas di negara-negara besar yang lain Syiria dan Mesir misalnya, di sana amat banyak orang-orang pintar tetapi kenapa negara-negara tersebut hancur, karena antara Ulama dan Umara tidak nyambung. Sementara di Indonesia hal ini masih tetap terjaga baik hingga sekarang dan kita harus terus menjaganya dengan baik hingga akhir zaman. (Mp).
0 Komentar